Pages

PEMILU 2009, RAWAN PELANGGARAN

Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 tinggal menghitung hari.Namun, berbagai soal menyangkut pelaksanaan ritual demokrasi lima tahunan itu masih mengemuka. ”Sekarang jangan dulu bicara pemekaran. Kita bicarakan setelah pemilu. Saya sedang konsentrasi supaya pemilu lancar dan aman,” ujar Heryawan setelah membuka musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Jabar di Hotel Horison,Jalan Pelajar Pejuang ’45,Kota Bandung, kemarin. Dia juga mengingatkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini belum mencabut moratorium atau penundaan pemekaran daerah di Indonesia pascainsiden demo brutal massa yang menuntut pemekaran Provinsi Tapanuli di Gedung DPRD Sumut.
Meski begitu, Heryawan kemarin sempat mengungkapkan bahwa proses pembentukan Kabupaten Bogor Barat pemekaran dari Kabupaten Bogor sudah memasuki tahap akhir di DPRD Jabar. ”Yang penting pemekaran bukan untuk perebutan lahan dan bagi-bagi kue.Tidak ada masalah bagi kami.Asalkan memang berorientasi pada kemajuan daerah dan mengikuti kajian,”terangnya. Diberitakan sebelumnya, Wagub Dede Yusuf menyatakan, setidaknya ada 10 daerah di Jabar yang sudah sangat mendesak untuk dimekarkan. Menurut dia, dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur,jumlah daerah otonom di Jabar yang hanya 26 kabupaten/ kota sangat kurang. Tidak ideal jika dirasiokan dengan jumlah penduduk yang mencapai sekitar 42 juta jiwa.

A. Permasalahan Dalam Pemilahan
Sebut saja masalah yang marak dibicarakan saat ini mengenai daftar pemilih tetap (DPT). Sejumlah partai politik menduga ada penggelembungan DPT di sejumlah daerah. Tak pelak, masalah ini pun sempat membuat sejumlah partai politik menyatakan akan memboikot pelaksanaan Pemilu 2009 jika masalah DPT tidak segera diselesaikan.Tentu, hal ini menjadi ujian berat bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyiapkan Pemilu 2009. Di Kabupaten Magelang, ada satu bakal calon legislatif (caleg) ketahuan sakit jiwa. Partai yang mencalonkannya kemudian menarik berkasnya dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Magelang.
Pemilu 2009 mendatang, jika sampai terjadi chaos gara-gara penerapan syariat Islam. Padahal sebenarnya penerapan syariat Islam haruslah mengacu kepada kitab suci Al Qur’an dan petunjuk Nabi Muhammad SAW dalam hadist-hadistnya, namun penerapan syariat Islam yang dibuat dalam qanun (yang nota bene maaf dibuat oleh anggota legislatif yang mungkin tidak bisa mengaji atau belum benar menjalankan ajaran agama) telah membuat qanun tersebut pro kontra.
dari berbagai ancaman-ancaman tersebut yang paling berat adalah ancaman di bidang politik dan keamanan, dimana ditandai dengan belum tuntasnya Panwaslu sehingga membuat semua kontestan Pemilu bebas melakukan pelanggaran. Kalaupun nanti terbentuk Panwaslu diperkirakan mereka tidak akan berani menindak pelanggaran tahapan Pemilu yang dilakukan pihak manapun secara sekeras-kerasnya jika tidak didukung atau tidak dilindungi aparat keamanan, buktinya adalah di Subulussalam dan Pidie Jaya pada saat Pilkada sekarang ini.
"Berkas salah satu bakal caleg dari PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama) terpaksa ditarik dan tidak diserahkan kembali ke KPU karena hasil tes kesehatan jiwa, yang bersangkutan ternyata dinyatakan mengalami gangguan kejiwaan," terang Anggota KPU Kabupaten Magelang, Ahmad Majidun di Magelang
Ia juga menerangkan, selain satu orang yang ketahuan sakit jiwa, 46 bakal calon legislatif lain tidak lolos verifikasi yang dilakukan KPU Kabupaten Magelang, selama 16-24 September. Sebagian besar dari mereka terpaksa gugur karena tidak menyertakan surat keterangan kesehatan fisik dan jiwa.

B. Kesulitan Dalam Pemilu 2009
Apalagi, sebelumnya sejumlah kalangan juga menilai bahwa pelaksanaan Pemilu 2009 berpotensi menimbulkan kerawanan yang sangat mungkin terjadi di tempat pemungutan suara (TPS), kerawanan wilayah, atau kerawanan lain. Direktur I Badan Intelkam Polri Brigjen Pol Badrul Reza pernah memasukkan Provinsi Maluku,Papua, dan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai provinsi rawan.
Sementara Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyebutkan, ada sejumlah varian penyebab potensi ancaman Pemilu 2009, di antaranya banyaknya jumlah partai politik (parpol) peserta pemilu,masa kampanye yang panjang,konflik internal elite parpol, akumulasi persoalan politik,ketidak puasan terhadap kinerja KPU, politisasi kebijakan pemerintah, banyaknya calon presiden-calon wakil presiden (capres- cawapres),dan upaya menarik TNI ke kancah politik.
Dengan ketidaklengkapan persyaratan tersebut, berkas para bakal caleg tersebut langsung diambil sendiri oleh partai pengusungnya masing-masing. Selain itu, faktor kegagalan mereka dalam proses verifikasi adalah tidak dilampirkannya ijazah asli pendidikan terakhir.
Dengan kondisi tersebut, maka dari jumlah bakal caleg yang semula berjumlah 504 orang, kini tinggal tersisa 457 orang, yang akhirnya ditetapkan dalam daftar calon sementara (DCS).
Sejumlah varian tersebut menggenapkan potensi rawan Pemilu 2009. Terlebih beberapa waktu lalu, Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta Ramdansyah telah melakukan penelitian mengenai potensi kerawanan Pemilu 2009.Dalam penelitian tersebut, Ramdansyah merujuk pada pelaksanaan Pemilu 2004.
Ketika itu terjadi kerawanan dalam bentuk pelanggaran administrasi, sengketa pemilu, dan tindak pidana pemilu.Disebutkan Ramdansyah, pada Pemilu 2009 sengketa pemilu tidak lagi masuk dalam ranah pengawasan pemilu.

C. Pelanggaran-pelanggaran Dalam Pemilu
Pelanggaran administrasi pemilu dan tindak pidana pemilu masih tetap menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari pengawasan Panwaslu.
Dalam analisisnya, Ramdansyah mengungkapkan, pada Pemilu Legislatif 2004 total pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilu di seluruh Indonesia yang diterima Panwaslu berjumlah 8.946 kasus administrasi pemilu dan 3.153 tindak pidana pemilu. Dari 8.946 kasus yang dikirim Panwaslu ke KPU ternyata hanya 31,66% yang berhasil ditangani KPU (2.832).
Dalam kasus tindak pidana dari 3.153 tindak pidana pemilu, 32,41% yang divonis pengadilan (1.022 kasus). ”Kasus-kasus tersebut merupakan rekapitulasi dari semua tahapan pemilu dimulai dari pendaftaran pemilih,verifikasi calon peserta pemilu, penetapan daerah pemilihan dan jumlah kursi, verifikasi calon anggota legislatif, kampanye, pemungutan penghitungan suara, penetapan hasil pemilu,penetapan perolehan kursi dan calon terpilih, serta pengucapan sumpah/janji,” ungkap Ramdansyah.
Kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan terbuka hingga dikeluarkan DCT, 31 Oktober mendatang. Selama jangka waktu tersebut, setiap orang bebas untuk melaporkan para caleg yang diketahuinya berijazah palsu, atau memalsukan identitas lainnya. Dengan adanya laporan ini, setiap partai juga berhak untuk mengganti nama caleg sebelum KPU menetapkannya dalam DCT.
Sejauh ini, jumlah caleg terbanyak yang masuk dalam DCS, dimiliki oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), 59 orang. Jumlah caleg terbanyak kedua sebanyak 46 orang, dimiliki oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan disusul dibawahnya, 39 caleg dari Partai Bulan Bintang.
Dari 26 partai yang mendaftarkan calegnya di Kabupaten Magelang, sebanyak 17 partai belum menempatkan caleg perempuan merata di semua daerah pemilihan (DP). Partai Merdeka dan Partai Republika Nusantara, misalnya, masing-masing hanya mendaftarkan dua dan empat caleg yang semuanya laki-laki.
Berdasarkan data pelanggaran administrasi dan tindak pidana Pemilu 2004, menurut analisis tersebut, dapat diproyeksikan provinsi mana yang berpotensi mengalami kasus serupa pada Pemilu 2009. Sejumlah variabel dilihat untuk analisis peluang terjadinya tindak pidana Pemilu 2009.
Ada empat variabel yang diasumsikan Ramdansyah dapat memengaruhi terjadinya tindak pidana pemilu,yakni indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks kemiskinan provinsi (IKP) yang dikeluarkan Bappenas2005, jumlah penduduk tahun 2004 yang dikeluarkan KPU dan pelanggaran administrasi legislatif yang dikeluarkan Panwaslu.

D. Analisis dalam Pemilu 2009
Dua provinsi,yakni Irian Jaya Barat dan Kepulauan Riau, tidak dimasukkan karena tidak ada data tersedia di Panwaslu pada Pemilu 2004. Berdasarkan penelitian tersebut, terdapat enam provinsi yang dianggap rawan terjadi pelanggaran. Keenam provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, Papua, dan Jawa Tengah.
Hal ini mengingat terjadi kasus tindak pidana Pemilu Legislatif 2004 di Provinsi Jawa Timur sebanyak 435 kasus,NTT 364 kasus, Jawa Tengah 293 kasus,Papua 190 kasus,Jawa Barat 77 kasus, dan NTB 63 kasus. Analisis hubungan antarvariabel pada Pemilu 2009,ungkap Ramdansyah,hampir sama dengan Pemilu 2004. Indikator IPM dan IKP yang berasal dari Bappenas akan tetap digunakan.
Di tempat yang sama,Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf yang awal pekan ini mengangkat lagi wacana pemekaran 10 kabupaten di Jabar,mengatakan bahwa pembentukan daerah otonom baru adalah untuk mengimbangi sebaran dan jumlah penduduk di Jabar. ”Di Jabar, banyak daerah kaya yang mayoritas penduduknya miskin. Ini harus diubah,”katanya. Dede membantah usulannya ini adalah strategi untuk mengalihkan isu pembentukan Provinsi Cirebon,berpisah dari Jabar, yang pernah dideklarasikan di Cirebon dan Indramayu.
Sejauh ini, jumlah caleg terbanyak yang masuk dalam DCS, dimiliki oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), 59 orang. Jumlah caleg terbanyak kedua sebanyak 46 orang, dimiliki oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan disusul dibawahnya, 39 caleg dari Partai Bulan Bintang.
”Sejauh ini baru usulan tetang Bogor Barat yang secara resmi sudah sampai di tingkat provinsi. Mungkin akan menyusul Kabupaten Sukabumi Utara dan Kabupaten Pangandaran,”sebutnya.
Provinsi Cirebon diarahkan untuk terdiri atas Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan,Kota/Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu. ”Bukan mengalihkan isu. Itu (keinginan pemekaran) kan digulirkan oleh P3C (Panitia Pembentukan Provinsi Cirebon).Semua pemda di sana belum sepakat,”jelasnya. Dia menegaskan, proses menuju pembentukan Provinsi Cirebon masih sangat panjang karena perlu kajian ilmiah yang mendalam lebih dulu.
Berbeda dengan pembentukan kabupaten baru yang di beberapa daerah sudah didukungkajian akademis yang menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Sementara itu, Bupati Cianjur Tjetjep Muchtar Soleh mengungkapkan, berdasarkan kajian Universitas Padjadjaran (Unpad) beberapa waktu lalu,Kota Cipanas dan Kabupaten Cianjur Selatan ternyata tidak layak menjadi daerah otonom baru yang terpisah dari Kabupaten Cianjur. Meski begitu,dia tidak keberatan bila aspirasi pemekaran kembali mencuat dan diperjuangkan lagi. Berdasarkan data empiris Pemilu 2004,dua provinsi yang sudah disebutkan Direktur Intelkam Mabes Polri sudah tepat. Provinsi Papua berpotensi rawan terjadinya pelanggaran pidana pemilu, baik pada tahap pemilu legislatif maupun pemilu presiden.
Sementara Provinsi Maluku hanya rawan pada tahap pemilu presiden.Potensi kerawanan terjadinya pidana pemilu dalam penelitian ini hanya sekitar 50%.Dengan demikian delapan potensi kerawanan yang disebutkan Panglima TNI dapat menjelaskan kerawanan menurut TNI. (abdul malik/islahuddin/ faizin aslam).
Sementara itu, Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Subang Moch Nur Wibowo menilai pernyataan Dede Yusuf sangat provokatif.”Bagaimana pun, nuansany sangat politis.Pembentukan daerah otonom baru tidak menjamin terjadinya efisiensi anggaran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Semua tergantung kebijaan kepala daerah,” tegas Nur Wibowo. Dia menyatakan,tidak setuju dengan wacana pembentukan Kabupaten Subang Utara yang sudah bergulir sejak 1990-an. (krisiandi sacawisastra/ annas nasrullah)

E. Populasi Masyarakat
Sejauh ini, memang muncul wacana dan proses pemekaran wilayah setidaknya di 10 kabupaten di Jawa Barat antara lain Kabupaten Pangandaran yang ingin memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis,Kabupaten Garut Selatan dari Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur Selatan dari Kabupaten Cianjur,Kota Cipanas dari Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi Utara dari Kabupaten Sukabumi.

Kemudian, Kabupaten Jampang Mandiri yang ingin memisahkan diri dari Kabupaten Sukabumi,Kabupaten Bogor Barat dari Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi Utara dari Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cikampek dari Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang Utara yang ingin memisahkan diri dari Kabupaten Subang. Belakangan,muncul pula wacana pemekaran Kabupaten Bandung Timur dan dan Lembaga Pengelola Perkotaan di Kawasan Pendidikan Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Sementara data pertumbuhan jumlah penduduk relatif stabil. Dengan demikian, peluang terjadinya tindak pidana Pemilu 2009, baik pada pemilu legislatif maupun pemilihan presiden (pilpres) tetap sama. Pada tahapan Pemilu Legislatif 2009, dua variabel yang perlu dicermati Bawaslu, KPU, dan kepolisian adalah IPM dan pelanggaran administrasi di suatu provinsi.
Provinsi dengan IPM rendah sangat berpeluang besar memiliki tindak pidana pemilu yang tinggi. Banyaknya pelanggaran administrasi pemilu di suatu provinsi berpotensi terjadi tindak pidana pemilu di provinsi yang bersangkutan. Adapun pada tahapan Pemilu 2009, provinsi dengan jumlah penduduk besar cenderung memiliki tindak pidana pemilu yang tinggi.
Provinsi Jateng yang jumlah penduduknya sekitar 38 juta jiwa sudah memiliki 36 kabupaten/kota sementara Jatim dengan 39 juta penduduk punya 38 kabupaten/ kota. Paling tidak, kata Dede, Jabar punya 36 kabupaten/ kota atau 10 daerah otonom baru. Sejumlah kabupaten di wilayah utara, tengah, dan selatan layak dimekarkan karena berpenduduk padat dan wilayahnya luas.
Berdasarkan analisis ini, rekomendasi yang dapat diberikan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah penguatan kapasitas anggota panitia pengawas (panwas) provinsi,panwas kabupaten/kota, panwas kecamatan, dan panitia pengawas lapangan (PPL) di Jawa Barat, NTB, NTT, Jawa Timur, Papua, dan Jawa Tengah untuk Pemilu Legislatif 2009.
Untuk Pilpres 2009, selain diberikan kepada Jawa Barat,Jawa Tengah,dan Jawa Timur yang berpenduduk padat,penguatan juga harus dilakukan terhadap Papua dan Maluku. Di kedua provinsi, meski memiliki kepadatan penduduk rendah, terjadi tindak pidana pemilu yang tinggi.Setidaknya, dengan adanya peta kerawanan penyelenggaraan Pemilu 2009, tidak boleh meninggalkan pengalaman empirik Pemilu 2004.