2. SEJARAH.
Pengakuan al- Tijani sebagai khatim al- auliya (penutup para wali) pengikut antara Nabi Muhammad dan semua wali, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, dan jaminan bagi para pengikutnya dengan derajat spiritual yang lebih tinggi serta dijanjikan masuk surga tanpa harus menyerahkan harta benda mereka pada Syeikh, sepanjag mereka mentaati ajaran islam sesuai dengan kemampuan mereka, menarik para pendatang kaya dan penjahat senior di Al-Jazair berbondong-bondong masuk Tarekat Tijaniyah.
Perkembagan yang cukup mencolok dalam Tarekat Tijaniyah ternyata dinilai dapat menyaingi otoritas Utsmaniyah, sehingga Al- Tijani dan para pengikutnya dipaksa meninggalkan Al- Jazair. Kemudian Al- Tijani pindah ke Fez tahun 1798, dan hidup disana hingga wafat. Perkembangan tarekat ini semakin pesat terutama setelah mendapat dukungan dari penguasa Maroko, Maulay Sulaiman, yang mempunyai kepentingan mendekati al-Tijani untuk menghadapi persaingan dengan zawiyah-zawiyah para syarif yang dinilai dapat mendorong kekuasaannya.
Kemudian pada abad ke-20, Tarekat ini berkembang di Negara Afrika lainnya seperti Senegal, Mauritania, Genia, Nigeria, dan Gambia, bahkan sampai masuk ke Arab Saudi dan Indonesia. Masuknya Tarekat Tijaniyah ke Indonesia tidak diketahui secara pasti. Tapi ada dua fenomena yang menunjukan awal gerakan Tarekat Tijaniyah, yaitu kehadiran Syaikh ‘Ali bin ‘Abd Allah al-tayyib, dan adanya pengajaran Tarekat Tijaniyah di pesantren Buntet, Cirebon.
Dengan kehadiran Syeikh ‘Ali ibn’Abd Allah at-Tayyib ke pulau Jawa, maka Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke-20 M atau antara 1918 dan 1921. Menurut Pijper, Tarekat Tijaniyah datang pertama kali ke Tasikmalaya untuk menyebarkan Tarekat Tijaniyah. Akan tetapi sebelum tahun 1928 Tarekat Tijaniyah belum mempunyai pengikut di pulau jawa. Pijper juga menjelaskan, pertama diketahui adanya gerakan Tarekat Tijaniyah ini di Cirebon.
Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Cirebon berpusat di Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon. Peasantren ini di pimpin oleh lima bersaudara. Dari Buntet, Tarekat Tijaniyah menyebar ke daerah-daerah di pulau Jawa secara meluas melalui murid-murid pesantren ini. Beberapa tahun kemudian, Tarekat ini menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tarekat Tijaniyah menimbulkan kontroversi sejak dari tempat kelahirannya, Al-Jazair dikalangan tokoh Tarekat lain. Hal in dipicu dengan pengakuan al- Tijani sendiri sebagai khatim al-auliya yang menerima talqin secara barzakhi langsung dari Rasulullah, dan sikap eksklusif Tarekat ini, yang melarang murid-muridnya mengunjungi Syeikh- syeikh Tarekat dan merangkap menjadi anggota Tarekat lainnya. Kontroversi itu timbul di terima dipicu oleh klaim al-Tijani sendiri sebagai khatim al-auliya, yang menerima talqin secara barzakhi langsung dari rosulullah, dan sikap ekslusif tarakat ini, yang melarang murid-muridnya mengunjungi barang syaikh-syaikh tarekat dan merangkap menjadi anggota tarekat lainnya, demikian pula kehadiran tarekat tijaniah di Indonesia menimbulkan pertentangan diantara para ahli tarekat di Indonesia.
Antara tahun 1928-1931 pertentangan terjadi dalam bentuk pamflet- pamflet yang berisikan tuduhan-tudduhan para penentang Tijaniyah. Sementara itu, tahun 1930 terjadi pula perselisihan antara pesantren Buntet denagan pesantren Benda Kerep yang anti Tijaniyah walaupun keduanya masih mempunyai hubungan keluarga. pada tahun yang sama, Syeikh Ahmad Ghanaim,gru dari Mesir datang ke Jawa Timur dan menyerng Tarekat Tijaniah dengan alasan bahwa penyebar Tijaniyah menjamin para pengikutnya masuk surga.
Beberapa hal yang menyebabkan polemik dalam tarekat Tijaniyah ini adalah sebagai berikut:
1.Talqin Syeikh Ahmad Tijani.
2.Kedudukan Syeikh Ahmad Tijani sebagai wali terakhir.
3.Keistimewaan Tijaniyah dan pengamalnya yang bila mengamalkan tarekat ini tidak akan masuk neraka selamanya, semua anak-anaknya, kedua orang tua dan istrinya turut bersama masuk surga.
Polemik tentang Tarekat Tijaniyah ini pernah di bahas dalam muktamar NU dan seminar Tarekat Tijaniyah di Cirebon. NU pernah membahas Tarekat Tijaniyah dalam dua kali mukhtamar, mukhtamar III dan VI. Kedua mukhtamar itu melahirkan beberapa keputusan,antara lain : 1.Tarekat Tijaniyah memiliki sanad Muttashil pada Rasulullah bersama Ba’iah barzakhiyahnya. 2. Taekat Tijaniyah dianggap sebagai Tarekat yang sah dalam islam. 3. Semua Tarekat mukhtabarah tidak ada perbedaan antara satu sama lain.
3. ISI AJARAN.Perkembagan yang cukup mencolok dalam Tarekat Tijaniyah ternyata dinilai dapat menyaingi otoritas Utsmaniyah, sehingga Al- Tijani dan para pengikutnya dipaksa meninggalkan Al- Jazair. Kemudian Al- Tijani pindah ke Fez tahun 1798, dan hidup disana hingga wafat. Perkembangan tarekat ini semakin pesat terutama setelah mendapat dukungan dari penguasa Maroko, Maulay Sulaiman, yang mempunyai kepentingan mendekati al-Tijani untuk menghadapi persaingan dengan zawiyah-zawiyah para syarif yang dinilai dapat mendorong kekuasaannya.
Kemudian pada abad ke-20, Tarekat ini berkembang di Negara Afrika lainnya seperti Senegal, Mauritania, Genia, Nigeria, dan Gambia, bahkan sampai masuk ke Arab Saudi dan Indonesia. Masuknya Tarekat Tijaniyah ke Indonesia tidak diketahui secara pasti. Tapi ada dua fenomena yang menunjukan awal gerakan Tarekat Tijaniyah, yaitu kehadiran Syaikh ‘Ali bin ‘Abd Allah al-tayyib, dan adanya pengajaran Tarekat Tijaniyah di pesantren Buntet, Cirebon.
Dengan kehadiran Syeikh ‘Ali ibn’Abd Allah at-Tayyib ke pulau Jawa, maka Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke-20 M atau antara 1918 dan 1921. Menurut Pijper, Tarekat Tijaniyah datang pertama kali ke Tasikmalaya untuk menyebarkan Tarekat Tijaniyah. Akan tetapi sebelum tahun 1928 Tarekat Tijaniyah belum mempunyai pengikut di pulau jawa. Pijper juga menjelaskan, pertama diketahui adanya gerakan Tarekat Tijaniyah ini di Cirebon.
Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Cirebon berpusat di Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon. Peasantren ini di pimpin oleh lima bersaudara. Dari Buntet, Tarekat Tijaniyah menyebar ke daerah-daerah di pulau Jawa secara meluas melalui murid-murid pesantren ini. Beberapa tahun kemudian, Tarekat ini menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tarekat Tijaniyah menimbulkan kontroversi sejak dari tempat kelahirannya, Al-Jazair dikalangan tokoh Tarekat lain. Hal in dipicu dengan pengakuan al- Tijani sendiri sebagai khatim al-auliya yang menerima talqin secara barzakhi langsung dari Rasulullah, dan sikap eksklusif Tarekat ini, yang melarang murid-muridnya mengunjungi Syeikh- syeikh Tarekat dan merangkap menjadi anggota Tarekat lainnya. Kontroversi itu timbul di terima dipicu oleh klaim al-Tijani sendiri sebagai khatim al-auliya, yang menerima talqin secara barzakhi langsung dari rosulullah, dan sikap ekslusif tarakat ini, yang melarang murid-muridnya mengunjungi barang syaikh-syaikh tarekat dan merangkap menjadi anggota tarekat lainnya, demikian pula kehadiran tarekat tijaniah di Indonesia menimbulkan pertentangan diantara para ahli tarekat di Indonesia.
Antara tahun 1928-1931 pertentangan terjadi dalam bentuk pamflet- pamflet yang berisikan tuduhan-tudduhan para penentang Tijaniyah. Sementara itu, tahun 1930 terjadi pula perselisihan antara pesantren Buntet denagan pesantren Benda Kerep yang anti Tijaniyah walaupun keduanya masih mempunyai hubungan keluarga. pada tahun yang sama, Syeikh Ahmad Ghanaim,gru dari Mesir datang ke Jawa Timur dan menyerng Tarekat Tijaniah dengan alasan bahwa penyebar Tijaniyah menjamin para pengikutnya masuk surga.
Beberapa hal yang menyebabkan polemik dalam tarekat Tijaniyah ini adalah sebagai berikut:
1.Talqin Syeikh Ahmad Tijani.
2.Kedudukan Syeikh Ahmad Tijani sebagai wali terakhir.
3.Keistimewaan Tijaniyah dan pengamalnya yang bila mengamalkan tarekat ini tidak akan masuk neraka selamanya, semua anak-anaknya, kedua orang tua dan istrinya turut bersama masuk surga.
Polemik tentang Tarekat Tijaniyah ini pernah di bahas dalam muktamar NU dan seminar Tarekat Tijaniyah di Cirebon. NU pernah membahas Tarekat Tijaniyah dalam dua kali mukhtamar, mukhtamar III dan VI. Kedua mukhtamar itu melahirkan beberapa keputusan,antara lain : 1.Tarekat Tijaniyah memiliki sanad Muttashil pada Rasulullah bersama Ba’iah barzakhiyahnya. 2. Taekat Tijaniyah dianggap sebagai Tarekat yang sah dalam islam. 3. Semua Tarekat mukhtabarah tidak ada perbedaan antara satu sama lain.
4. METODE-METODE.
5. KESIMPULAN & DAFTAR PUSTAKA