BAB I PENDAHULUAN
BAB II KRITIK SAYYED HOSEIN NASR TERHADAP PERADABAN MODERN
BAB III SAYYED HOSSEIN NASR DAN GAGASAN ISLAM TRADISIONAL (TRADISIONALISME)
BAB IV PEMBARUAN (TAJDID) KE ARAH ISLAM TRADISI
BAB V
KESIMPULAN
BAB II KRITIK SAYYED HOSEIN NASR TERHADAP PERADABAN MODERN
BAB III SAYYED HOSSEIN NASR DAN GAGASAN ISLAM TRADISIONAL (TRADISIONALISME)
BAB IV PEMBARUAN (TAJDID) KE ARAH ISLAM TRADISI
BAB V
KESIMPULAN
Di dunia ini tidak banyak orang yang memilki kepedulian begitu tinggi terhadap agamanya sebagaimana Nasr. Sayyed Hossein Nasr, adalah orang yang telah sekian lama hidup dan akrab dengan dunia modern. Semua orang tahu bahwa dunia modern yang ditandai dengan corak pemikiran materialis-kapitalistik telah banyak menggelapkan hati nurani manusia, sehingga banyak manusia yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya, bahkan nilai-nilai ketuhanannya. Orang modern cenderung mengganggap bahwa apa yang telah mereka lakukan selama ini adalah semata sebagai puncak dari keberhasilan mereka dalam mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Mereka lupa bahwa ada Tuhan yang telah memberikan dan menjadi penyebab utama atas apa mereka anggap sebagai suatu keberhasilan.
Berbeda halnya dengan Sayyed Hossen Nasr, yang tetap istiqamah dalam pendiriannya, dan tidak tertipu oleh kemajuan semu peradaban modern. Hidup ditengah kemajuan semu dunia modern yang telah banyak meracuni pikiran umat manusia membuat Nasr semakin sadar bahwa apa yang menjadi realitas yang selama ini dilihatnya harus segera diluruskan, dan terutama ia harus membentengi umat Islam sebelum racun peradaban barat meracuni umat Islam.
Nasr kemudian menggelorakan semangat pembaharuan (tajdidd), yaitu seruan agar umat Islam tidak tertipu oleh peradaban barat, dan kembali pada nilai-nilai tradisi Islam, yang dilandasi oleh Al-Qur’an dan al-Hadits. Nasr berkeyakinan bahwa hanya jalan itulah yang mampu mengembalikan jati diri manusia terutama umat Islam untuk menyadari hakikat keberadaan dirinya. Semangat pembaruan atau tajdidd ini kemudian kita yang kenal dalam bahasa Nasr sebagai Islam tradisi.
Islam tradisi tidak berarti menutup diri terhadap kemajuan, malahan Islam merupakan agama yang menyuruh umatnya untuk maju dan mengelola segala potensi yang telah diberikan Tuhan untuk manusia. Karena manusia adalah khalifah Tuhan dimuka bumi. Namun manusia juga harus menyadari hakekat keberadaan dirinya di muka bumi ini yaitu untuk beribadah dan menghambakan dirinya pada Tuhan. Karena hakekat dan tujuan hidup manusia adalah untuk Tuhan, jadi segala apa yang manusia lakukan dam manusia dapatkan seharusnya hal itu bisa lebih menambah rasa keimanan pada Tuhan. Kita patut mengacungkan jempol untuk Nasr atas gagasannya yang cukup brilian ini. karena umat Islam tidak akan menjadi umat yang beruntung ketika ia meninggalkan atau tercerabut dari tradisinya. Ketika orang-orang barat meninggalkan tradisinya, maka mereka berhasil mencapai kemajuan. Namun ketika umat Ilam meninggalkan tradisinya, maka yang akan didapatkan hanyalah kenistaan.
Berbeda halnya dengan Sayyed Hossen Nasr, yang tetap istiqamah dalam pendiriannya, dan tidak tertipu oleh kemajuan semu peradaban modern. Hidup ditengah kemajuan semu dunia modern yang telah banyak meracuni pikiran umat manusia membuat Nasr semakin sadar bahwa apa yang menjadi realitas yang selama ini dilihatnya harus segera diluruskan, dan terutama ia harus membentengi umat Islam sebelum racun peradaban barat meracuni umat Islam.
Nasr kemudian menggelorakan semangat pembaharuan (tajdidd), yaitu seruan agar umat Islam tidak tertipu oleh peradaban barat, dan kembali pada nilai-nilai tradisi Islam, yang dilandasi oleh Al-Qur’an dan al-Hadits. Nasr berkeyakinan bahwa hanya jalan itulah yang mampu mengembalikan jati diri manusia terutama umat Islam untuk menyadari hakikat keberadaan dirinya. Semangat pembaruan atau tajdidd ini kemudian kita yang kenal dalam bahasa Nasr sebagai Islam tradisi.
Islam tradisi tidak berarti menutup diri terhadap kemajuan, malahan Islam merupakan agama yang menyuruh umatnya untuk maju dan mengelola segala potensi yang telah diberikan Tuhan untuk manusia. Karena manusia adalah khalifah Tuhan dimuka bumi. Namun manusia juga harus menyadari hakekat keberadaan dirinya di muka bumi ini yaitu untuk beribadah dan menghambakan dirinya pada Tuhan. Karena hakekat dan tujuan hidup manusia adalah untuk Tuhan, jadi segala apa yang manusia lakukan dam manusia dapatkan seharusnya hal itu bisa lebih menambah rasa keimanan pada Tuhan. Kita patut mengacungkan jempol untuk Nasr atas gagasannya yang cukup brilian ini. karena umat Islam tidak akan menjadi umat yang beruntung ketika ia meninggalkan atau tercerabut dari tradisinya. Ketika orang-orang barat meninggalkan tradisinya, maka mereka berhasil mencapai kemajuan. Namun ketika umat Ilam meninggalkan tradisinya, maka yang akan didapatkan hanyalah kenistaan.
Daftar Pustaka
Muhammad, Afif.2004 Dari Teologi Ke Ideologi, Pena Merah, Bandung.
Qardhowi, Yusuf.
1996 Epistemologi Al-Quran, Risalah Gusti, Surabaya.
Qardhowi, Yusuf.
1997 Keprihatinan Muslim Modern, Dunia Ilmu, Surabaya.
Munir,A. dan Sudarsono.
1994 Aliran Modern Dalam Islam, Rineka Cipta, Jakarta.
Nasr, Sayyed Hossein.
1981 Islam Dalam Cita dan Fakta, Leppenas, Jakarta.
Nasr, Sayyed Hossein.
1987 Islam Tradisi Ditengah Kancah Dunia Modern, Pustaka, Bandung.
Nasr, Sayyed Hossein.
1995 Menjelajahi Dunia Modern, Mizan, Bandung
Nasr, Sayyed Hossein.
1982 Islam Dan Nestapa Dunia manusia Modern, Pustaka, Bandung.
Nasr, Sayyed Hossein.
1997. Intelektualisme Islam, Pustaka Pelajar, Yogya.
Saefullah, Chotib.
1995, Pemikiran Sayyed Hossein Nasr Tentang Efistemologi, Sebuah Tesis
Rahardjo, Dawam.
1985. Insan Kamil, Grafiti Press, Jakarta