Pages

Pembaruan (Tajdid) Ke Arah Islam Tradisi

(Gagasan sayyed Hossein Nasser untuk kembali ke konsep Islam Tradisi)
Keyakinan atau aqidah adalah unsur yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Ia merupakan referensi bagi suatu tindakan, dalam arti bahwa sebelum seseorang melakukan suatu perbuatan, dia selalu menimbangnya dengan keyakinan yang dimilikinya. Sebelum bertindak, seseorang yang memiliki keyakinan agama, misalnya, pasti terlebih dahulu menilai apakah perbuatan yang akan dilakukannya sesuai dengan keyakinan agamanya atau kah tidak. Jika sesuai, ia akan melakukannya dengan sebaik-baiknya, sebab dia yakin bahwa perbuatannya bahwa perbuatannyatidak hanya memiliki dampak bagi kehidupan masa kininya, tetapi juga pada kehidupan akhiratnya kelak. Akan tetapi, jika perbuatan itu bertentangan dengsn keyakinannya, maka kemungkinan besar dia tidak akan melakukannya. Kalau pun karena satu dan lain alasan kemudian dia melakukannya juga, dia pasti akan merasa bersalah dan berdosa.*14 Barangkali semua dorongan itulah yang menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat bagi Nasr untuk tetap menggelorakan pembaharuan (tajdidd) kearah bangkitnya kembali Islam Tradisional yang diyakininya merupakan solusi terbaik bagi umat Islam untuk mengangkat kembali Islam yang telah “terinjak” dibawah peradaban modern barat.

Menuru Yusuf Qardhowi tajdid diartikan “pembaruan, modernisasi” yakni upaya mengembalikan pemahaman agama kepada kondisi semula sebagaimana masa nabi. Ini bukan berarti hukum agama harus persis seperti yang terjadi pada waktu itu, melainkan melahirkan keputusan hukum untuk masa sekarang sejalan dengan maksud syar’i dengan membersihkan dari unsur-unsur bid’ah, khurafat dan pikiran-pikiran asing. *15  lebih lanjut Yusuf Qardhowi mengatakan bahwa kita harus mengembalikan kemurnian Islam menuju aqidah, kemurnian tauhid, menuju ibadah, kemurnian misi menuju akhlak dan moralitas Islami dan semangat keIslaman.*16
Semangat pembaharuan (tajdidd) ini merupakan cita-cita Nasr untuk mengembalikan Islam pada kedudukannya semula yang sekarang ini sudah banyak terkontaminasi modernisasi barat yang sekuler, dan meninggalkan nilai-nilai Illahiah dan insaniah. Nasr kemudian mengindentikan tajdidd dengan renaisans yang menurut pengertian yang sebenarnya. Suatu renaisanas dalam Islam berkaitan dengan tajdid, atau pembaruan, yang dalam konteks tradisional diidentikan dengan fungsi dari tokoh pembaruan (mujaddid)*17 tersebut. Tetapi seorang mujaddid selalu merupakan perwujudan dari prinsip-prisip Islam yang hendak ditegakan dan diterapkan kembali di dalam situasi tertentu. Jadi, seorang mujaddid berbeda dengan seorang “tokoh reformasi” menurut pengertian modernnya yang disebut muslih. Bahkan seorang mujaddid berbeda sekali dengan seorang tokoh reformasi karena ia bersedia mengorbankan sebuah aspek tradisi agama, demi faktor ketergantungan tertentu yang paling ditonjolkan mereka sebagai mereka sebagai hal yang sangat mempesona, karena dikatakan kondisi zaman yang tak dapat dihindari atau ditolak.*18
Pembaruan yang dilakukan Nasr adalah mengembalikan manusia pada asalnya sebagaimana telah dilakukan manusia dalam perjanjian suci dengan Tuhannya, dari kealpaan tentang dirinya, sehingga membuat dirinya jatuh kedalam belenggu karya rasionalitasnya yang meniadakan Tuhan. Manusia menurut Nasr, pada awalnya adalah makhluk suci, namun karena penolakannya kepada Tuhan melalui tradisi Ilmiah telah membuat dirinya tak mengenal siapakah realitas sesungguhnya dia dihadapan Tuhannya.
Nasr berpendapat bahwa pembaruan tidak bisa hanya dilakukan dari sisi materi saja, tetapi juga yang paling dasar adalah melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri, untuk kemudian ia melakuan pembaruan terhadap realitas yang ada disekitarnya.
Dewasa ini seorang mujaddid tidak mungkin dilakukan oleh orang yang pikirannya telah dicuci oleh konsep-konsep modern, tetapi tidak pula bisa dilakukan oleh orang yang mengerti seluk beluk dunia modern. Dalam hal ini seorang Nasr merupakan figur yang sangat relevan kita ia menggembor-gemborkan tentang tajdidd. Nasr merupakan tokoh yang memiliki wawasan yang sangat luas tentang seluk-beluk peradaban modern dengan segala implikasi-implikasi yang bisa ditimbulkannya. Namun demikian, keakraban Nasr dengan alam modern tidak lantas menyebabkan ia tercerabut dari akar peradaban Islam, malah ia lebih menancapkan lagi dimana posisi Islam seharusnya ditempatkan. Nasr telah berhasil menciptakan batasan-batasan antara Islam dan barat, tradisi dan modernisasi, dan dengan itu semua orang bisa memilih posisi dimana ia akan mengambil tempat.
___________________________
*14 Afif Muhammad, Dari Teologi Ke Ideologi, 2004, hal 1
*15 Munir.A, dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam, 1994, Hal 8
*16 Yusuf Qardhawi, Keprihatinan Muslim Modern, 1995, hal 47
*17 op.cit, 1983, hal 206
*18 Sayyed Hossen Nasr, op.cit, 1983, hal 12&206